Di tepi Pantai Yeh Gangga, Tabanan, berdiri sebuah resto sederhana bernama Tulus Lobster. Dari meja makan terbuka, debur ombak jadi latar yang menyempurnakan sajian laut segar: lobster, langsung dari nelayan setempat.
Rekreasi di Bali (6)
Tabanan, Bali (Rumah Simbah)-Pantai Yeh Gangga di Tabanan, Bali, bukan hanya tempat ombak berdebur gagah. Di sini ada sebuah resto sederhana yang terkenal: Tulus Lobster. Dari meja kayu yang estetik, pengunjung bisa menikmati hasil laut segar ditemani pemandangan samudra.
Hari itu, keluarga Rumah Simbah di sana menyantap dua jenis lobster: lobster mutiara dan lobster batu.
Lobster mutiara dikenal premium: bercorak cantik, dagingnya tebal dan lembut, biasanya berharga lebih tinggi. Sementara lobster batu, kulitnya keras, warnanya menyatu dengan karang, dan dagingnya tak setebal mutiara. Tapi menariknya, di Yeh Gangga, dua jenis lobster ini dihargai sama, Rp65 ribu per 100 gram.
Dari sisi gizi, lobster kaya protein, vitamin B12, hingga selenium yang baik untuk metabolisme dan daya tahan tubuh. Tapi tidak semua orang bisa menikmatinya dengan bebas. Penderita kolesterol tinggi, hipertensi, atau alergi seafood sebaiknya berhati-hati. Inilah seni kuliner: belajar menikmati sekaligus menjaga diri.
Nah, ada seloroh kecil soal harga lobster. Karena dihitung per 100 gram, padahal hampir setengah bobotnya hanyalah kulit keras yang tak bisa dimakan. Jadi jangan kaget kalau daging di piring tidak sebanding dengan angka di struk.
Namun, di situlah makna reflektifnya. Makan lobster bukan tentang kenyang. Bukan juga soal tebal-tipis dagingnya. Lebih dari itu, ini tentang pengalaman: duduk di tepi pantai, merasakan rezeki laut segar, dan tertawa bersama keluarga.
Di Tulus Lobster Yeh Gangga, santap laut menjadi lebih dari sekadar kuliner, sebagai pengingat tentang rasa syukur, nilai kebersamaan, dan seni menikmati hidup. (Red)


