Percaya diri, pada takaran yang pas (tidak lebih, tidak kurang) akan menyembulkan aspek seksi seseorang. Mengapa ukuran percaya diri harus pas? Karena bila berlebih bisa mengarah kepada sombong, namun jika kurang menimbulkan kecenderungan minder. Dua hal yang sama-sama tidak baik.
Beradalah di tengah-tengah antara tidak sombong, tidak juga minder. Rasa percaya diri akan membantumu mampu mempresentasikan dirimu dalam versi terbaik sehingga menghadirkan pesona.
Sementara minder, secara tidak sengaja akan menenggelamkan segala kelebihanmu karena ketidakmampuan mengungkap dan menampilkannya. Yang terekspos justru banyak kekurangan yang orang lain tidak perlu tahu.
Rasa percaya diri, bagaimanapun memengaruhi sikap seseorang termasuk bagaimana cara berkomunikasi dengan orang lain, cara mengumbar senyum, menata gestur tubuh, sikap berjalan dan yang terpenting cara pandang serta cara merasa.
Setiap orang terlahir dengan segala kelebihan dan kekurangan. Selanjutnya apakah orang itu akan berfokus pada kelebihannya sehingga menjadi pribadi percaya diri atau sibuk merisaukan kekurangannya sampai menjerumuskannya pada perasaan minder dan berkecil hati.
Terkait topik ini, ada contoh sederhana dari dua orang perempuan bersahabat yang merupakan karyawan sebuah kantor media di Jakarta Pusat. Satu berinisial SR bertubuh obesitas, sedangkan satu lagi berinisial NB berbadan sedang dalam perkembangan menuju kategori gemuk.
Sehari-hari SR, janda beranak 3 yang ditinggal mati suaminya yang berprofesi polisi, tampak selalu riang menjalani tugas menumpuk di kantor. Badan bongsornya sama sekali tidak mengurangi kelincahannya dalam bergerak, sehingga ketika ia berjalan ke sana kemari melewati deretan meja karyawan lain, teman-temannya meledek:”gempa…gempa”. Dia tidak tersinggung, hanya tertawa cengengesan:”ayo berlindung…bawah meja”.
Bahkan SR pun piawai meledek diri sendiri seperti tergambar dalam percakapan berikut:
Aku: “Mami…ikut senam yuk”.
SR: “Ogah ah kak, ntar aku langsing lagi”.
Pada kesempatan lain, Jum’at sore pulang kantor dia berdandan agak menor, lalu temannya menyapa:
NB: “Hei pelacur…mau ke mana buru-buru?”
SR: “Wahai germoku, ada pelanggan dadakan”.
Ketika “dihina” ia dengan tangkas membalas menggunakan jawaban yang lebih pedas.
Oh ya, lupa menceritakan NB. Wanita yang ini sudah cukup berumur tetapi masih lajang. Dia terkesan sering mencemaskan kondisi tubuhnya, yang dianggap gemuk. Padahal itu anggapan dia sendiri, orang lain (termasuk aku) yang melihat merasa biasa saja, hanya agak berisi. Mungkin berat badannya sekitar 60kg dengan tinggi badan 160an cm.
Setiap hari dia sibuk memikirkan cara diet sampai lupa untuk hidup gembira. NB membeli susu untuk kepentingan diet menurunkan berat badan seharga hampir satu jutaan untuk konsumsi tidak sampai sebulan. Karena merasa berat tubuhnya tidak ideal, NB terlihat kurang percaya diri sehingga menurut pandangan subyektifku, tidak seksi.
Berbeda dengan SR yang lincah, ceplas-ceplos, dan gemar bercanda, serta selalu bersikap hangat terhadap orang lain. SR memiliki pesona yang membuat banyak orang nyaman berteman dengannya tanpa menggunjingkan bentuk badannya.
Hanya satu masukan yang membuat dia berniat mulai diet menurunkan BB, saat temanku berkata:
RN: “Mami…dietlah, kalau mami gak diet, nanti anak-anak menikah gak bisa mendampingi di pelaminan (karena kursi tidak muat)”.
SR: “Gitu ya…”.
Dia tampak merenungkan “peringatan” itu, keesokan harinya dia mulai perlahan membatasi porsi makan juga bergabung dalam komunitas senam di kantor.
Walau dalam upaya membenahi kegemukannya, SR tetap ceria seperti biasa. Menurutku, dia itu seksi.(Siz)