Menantang petang di Pantai Kuta

Menantang petang di Pantai Kuta, berlari bersama ombak, tertawa di pasir, dan belajar makna sederhana dari senja Bali yang abadi. Inilah video tentangnya:

Rekreasi di Bali (7)

Kuta, Bali (Rumah Simbah)-Dari Canggu, kami berangkat mblangsak menuju Pantai Kuta. Hanya berbekal peta digital, kami biarkan diri terbawa arah. Tak ada rencana detail, tak ada jadwal ketat—yang ada hanya rasa ingin tahu. Dan benar saja, perjalanan itu membawa kami pada sebuah petang yang penuh kejutan.

Pantai Kuta sore itu begitu hidup. Wisatawan bertebaran di pasir kecokelatan, beberapa sibuk menantang ombak dengan papan selancar, sementara yang lain setia menunggu matahari yang perlahan turun ke cakrawala.

Kami pun ikut larut dalam suasana. Tripod berdiri di tepi pantai, remote kecil di tangan. Dari situlah lahir momen-momen sederhana namun berkesan: kami berlari mengejar ombak, lalu terbirit-birit mundur ketika air berbalik ke daratan. Gelak tawa pun pecah, seakan laut mengajak kami bermain.

Adegan itu mungkin terlihat lucu, tapi juga mengandung pesan. Hidup kadang memang seperti ombak—datang mendekat, lalu menjauh. Kita berani menyongsongnya, meski tahu bisa saja terhempas. Namun justru di situlah letak kebahagiaan: keberanian untuk bermain, untuk mencoba, untuk tidak selalu serius menghadapi hidup.

Seorang psikolog rekreasi, Dr. Marc Berman dari University of Chicago, menulis bahwa beraktivitas di alam terbuka, khususnya di tepi laut, dapat meningkatkan suasana hati, menurunkan stres, bahkan memperbaiki daya konsentrasi. Laut dan pantai memberi efek menenangkan bagi jiwa, sementara tawa dan permainan kecil memberi ruang bagi tubuh untuk melepaskan hormon kebahagiaan.

Dalam tradisi Bali, laut memiliki makna sakral. Melalui upacara melasti, laut menjadi tempat penyucian diri, simbol kembalinya manusia kepada kesucian alam. Senja pun dihormati sebagai waktu peralihan, saat terang dan gelap bersua dalam hening. Tak heran jika duduk di tepi pantai menjelang malam terasa begitu menenteramkan, seakan kita ikut larut dalam siklus alam yang abadi.

Menantang petang di Kuta, bagi kami, bukan soal melawan gelap yang datang, melainkan merayakan cahaya terakhir dengan cara paling sederhana: duduk di pasir, berlari bersama ombak, dan membiarkan hati belajar bahwa kebahagiaan tak harus jauh-jauh dicari.(Red)

Gerbang masuk Pantai Kuta. (Rumah Simbah/Zee)
Para peselancar beraksi di atas ombak. (Rumah Simbah/Maylo)
Mengantar surya tenggelam di Pantai Kuta. (Rumah Simbah/Maylo)

Leave a Reply