Kita ini hobi sekali… mengubah setelan Tuhan. Yang diberikan-Nya, sering kita anggap kurang. Semua anggota raga ingin diubah. Bukan rusak. Hanya saja kita ingin yang lain.
Bogor, Jawa Barat (Rumah Simbah)-Ada kebiasaan manusia yang nyaris tak pernah usang dimakan zaman: kita gemar mengutak-atik apa yang sebenarnya sudah utuh sejak awal.
Kulit yang gelap ingin diputihkan.
Kulit yang terang dijemur berjam-jam agar menggelap, demi kesan eksotik.
Yang berambut keriting sibuk meluruskan.
Yang lurus merasa perlu dibuat bergelombang.
Alis dibentuk ulang.
Bibir diperbaiki.
Wajah disulam.
Bukan karena rusak.
Melainkan karena standar terus bergeser, dan kita ikut berlari di belakangnya.
Yang diberikan Tuhan sering kita anggap kurang.
Bukan salah. Bukan cacat.
Hanya saja… bukan yang sedang kita inginkan.
Zaman berganti, selera berubah.
Hari ini putih dianggap cantik, besok cokelat dipuja.
Hari ini alami disebut kusam, besok justru dicari karena katanya autentik.
Tubuh manusia pun diperlakukan seperti proyek tanpa akhir.
Selalu ada yang perlu diperbaiki.
Selalu ada yang terasa belum cukup.
Padahal, yang berubah sering kali bukan tubuh kita,
melainkan cara pandang kita terhadapnya.
Ketidakpuasan itu bekerja pelan, tapi tekun.
Ia menyelinap lewat iklan, media sosial, komentar orang,
lalu menetap di kepala kita sebagai kewajaran.
Akhirnya, kita sibuk mengejar versi diri yang lain,
sambil lupa merawat versi yang sedang kita miliki.
Mungkin, yang perlu kita ubah bukan setelan Tuhan,
melainkan kebiasaan kita yang terlalu sering merasa kurang.(Siz)




