Ilustrasi – Seorang perempuan mengaji di ruang tunggu rumah sakit di Jakarta Pusat. (Rumah Simbah/Siz)
Petuah Simbah
“Apa Tuhan saja tak cukup menjadi saksi ibadah dan kesholehanmu, hingga ngaji dan wiridanmu harus dipertontonkan di tempat umum”
Sembunyikanlah amalan ibadahmu, sebagaimana menyembunyikan aib dan dosa-dosamu. Begitu nasihat bijak yang dimaksudkan untuk menjaga keikhlasan dalam beribadah. Ikhlas berarti cukup Alloh SWT saja sebagai saksinya, yang lain tidak perlu dan tidak penting.
Menyembunyikan ibadah juga demi menghindari riya’ dan ujub yang dapat merusak nilai amal sholeh. Perlu pula menghindari komentar negatif orang lain yang bisa berujung fitnah.
Ramadhan, menjadi bulan di mana umat Islam berlomba-lomba meningkatkan amal ibadah. Sayangnya sebagian besar motivasi yang terbangun karena iming-iming pahala besar dan berlipat ganda.
Padahal makna ikhlas _tentu saja_ tidak berharap imbalan, apakah imbalan pahala apalagi surga. Kalian pikir surga yang bersifat abadi itu bisa dibeli dengan pahala yang tak seberapa?
Jangan bersikap transaksional dengan Tuhan, bakal kelar hidupmu. Karena hidup manusia paling lama hanya berkisar 100-an tahun, seberapa keras mengumpulkan pahala tak akan cukup untuk “membeli” surga yang bersifat kekal. Hanya rahmat (kebaikan) Alloh SWT semata yang bisa membawamu ke sana.
Maka berburulah ridho-Nya bukan maruk mengumpulkan pahala dan jemawa ketika merasa telah banyak melakukan amal ibadah. Sebab ibadah bukan tentang kuantitas, melainkan kualitas. Dan bagaimana kualitasnya hanya Dia yang menilai.
Jika pemahaman tentang ibadah telah sampai pada ranah hakikat _bukan seremoni dan syari’at belaka_ maka kita tidak akan melihat ada orang-orang yang mempertontonkan amalannya di tempat umum. Seperti mengaji dan wiridan dengan memutar butiran tasbih di tengah keramaian manusia.
Mereka yang sesungguh-sungguhnya sholeh(ah), tentu memiliki banyak cara agar laku ibadahnya tidak menjadi perhatian banyak mata.*