Fenomena kepala-kepala kopong

Ilustrasi – Host program Arisan, Surya Insomnia merasa frustasi karena para peserta gagal menjawab soal. (Rumah Simbah/IG arisan_trans7)

“Semakin banyak saya belajar, semakin saya menyadari betapa banyak yang tidak saya ketahui” (Albert Einstein)

Salah satu orang paling berbahaya di dunia adalah orang yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu, dalam kata lain yang lebih mudah dipahami, dia tidak menyadari kebodohannya. Dalam kondisi seperti itu, seseorang bisa melakukan hal konyol, nekat tanpa perhitungan, atau bahkan melakukan tindakan kriminal.

Dalam sesi ini kita tidak akan membahas terlampau jauh dan ekstrem hingga ke arah kriminal. Yang umum-umum saja, yang sering kita jumpai dalam keseharian.

Kamu sering menjumpai orang ketika diajak berbicara terkesan “tidak nyambung”? Sehingga dia tampak banyak terbengong tanpa mampu mengimbangi pembicaraan, padahal kita hanya mengajaknya bicara mengenai isu-isu aktual yang telah banyak muncul di berbagai pemberitaan media. Artinya hanya butuh sedikit wawasan untuk memahami dan merespons topik perbincangan itu. Tapi orang ini seperti tidak mengerti apa-apa, tidak tahu apa saja yang sedang terjadi di luaran sana.

Celakanya, orang-orang seperti ini hidup dengan damai tanpa kerisauan apa-apa bahwa dirinya tak berkembang seiring zaman. Dia tetap nyaman berdiam diri dalam kebodohan.

Itu belum seberapa, ada yang lebih mencengangkan lagi, yaitu orang bodoh dengan kepercayaan diri tinggi sehingga seringkali menimbulkan efek geli. Golongan ini bisa tampil percaya diri, banyak bicara tanpa bahan wawasan yang memadai, dan dia girang ketika orang menertawakannya.

Gambaran singkat di atas adalah tentang fenomena kepala-kepala kopong, mereka manusia yang hidup, eksis dan beredar luas di masyarakat, namun hampir tak memiliki fungsi kecuali sekadar melakukan pekerjaan teknis. Ia tidak mengerti konsep, metode, strategi apalagi tujuan dan makna hidup.

Sedikit kabar baiknya adalah mereka senantiasa gembira karena tidak mencemaskan apapun termasuk ketidaktahuannya.

Kalian yang kebetulan suka nonton acara “Arisan” di sebuah stasiun televisi swasta, mungkin sering mendapati contoh orang dengan kepala-kepala kosong itu. Belakangan ini dalam acara itu, ada satu segmen yang memberlakukan sistem eliminasi peserta dalam permainannya. Yaitu permainan yang memberi pertanyaan kepada peserta seputar program Arisan tersebut.

Logikanya, orang yang beberapa kali menonton program ini akan dengan mudah sekali menjawabnya. Nyatanya, dari 15 peserta hanya sekitar 5 orang yang biasanya lolos dalam segmen ini.

Pertanyaannya, apakah mereka para peserta itu datang jauh-jauh untuk syuting acara program televisi tidak memiliki persiapan apa-apa, selain menyiapkan kostum yang heboh? Apakah mereka tidak terlebih dulu menonton dan mempelajari program tersebut, termasuk mencari tahu kisi-kisi permaianannya?

Benarkah, mereka datang begitu saja dengan kondisi kepala kosong tanpa bekal pengetahuan, padahal akan tampil disaksikan jutaan pemirsa. Apakah menjadi bahan tertawaan karena kebodohan itu tak menjadi masalah?

Bahkan ada seorang selebritas putra pemilik grup band ternama, dia masih tergolong Gen Z, saat menjadi salah satu kapten dalam acara Arisan, tidak mampu menjawab pertanyaan tentang Pahlawan Revolusi. Dia malah bertanya balik,”Emang revolusi apa?”

Sungguh sangat mengejutkan, bukankah itu materi pelajaran sejarah yang sudah diajarkan sejak tingkat sekolah dasar?

Sementara kapten lain dari kalangan komedian, Anwar BAB, mengaku sejak sering menjadi kapten di Arisan dan kerap dihina bodoh, dia sengaja membeli buku pengetahuan umum untuk dibaca setiap kali di mobil dalam perjalanan ke lokasi syuting. Bagus, artinya dia tidak nyaman dengan stigma bodoh yang dialamatkan pada dirinya.

Bila waktu atau biaya tidak memungkinkan lagi kita belajar formal di sekolah atau kampus, setidak-tidaknya rajinlah membaca apa saja agar otak ternutrisi. Jikapun kamu bukan orang yang rajin membaca, minimal bergaullah dengan orang-orang pintar yang memberimu wawasan dan pengetahuan baru, dan jangan sungkan banyak bertanya untuk proses menggali lebih dalam.

Singkirkan gengsi, meski harus belajar dari anak buah, lebih muda dan yunior.

Dunia ini bagai lautan pengetahuan, berangkatlah ke sana dengan mengosongkan perahu agar kamu memperoleh banyak ikan. Bila kamu selalu merasa tahu, ibarat ke laut membawa perahu penuh muatan, sehingga tidak ada tempat lagi untuk menampung ikan (pengetahuan) baru.     

Orang yang pintar saja kalau dia berhenti belajar akan menjadi “bodoh” karena pengetahuan usangnya tak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Apalagi orang bodoh yang tak pernah berminat belajar, ia tak ubahnya hanya sebongkah raga bernyawa tapi isi kepala (otak) tidak ada. Bodoh dan sombong adalah kombinasi sempurna menuju keterbelakangan peradaban. (Siz)

Leave a Reply