Pak…sampeyan ini penculik?

Berlari kukejar bapak tua yang menggendong karung goni itu, sesampai di hadapannya, bergegas aku ajukan pertanyaan:
”Pak…sampeyan ini benar penculik anak kecil?”

Orang tua zaman dahulu, pandai “mengarang” cerita atau mitos, demi anak-anaknya mau mematuhi nasihat, perintah atau larangannya.

Seperti: Jangan duduk di bantal, nanti pantatnya bisulan; Anak perempuan menyapu harus bersih, kalau tidak, kelak suaminya brewokan; Tidak boleh keluar rumah saat Maghrib, bisa diculik wewe gombel; dan masih banyak lagi.

Padahal ketiga nasihat itu bisa disampaikan dengan alasan yang sebenarnya, dan itu tentu lebih masuk akal. Semisal, duduk di bantal itu tidak sopan karena bantal untuk digunakan pada kepala saat tidur _kecuali bantal yang sudah berkembang peruntukannya untuk kursi dan sofa_. Sedangkan larangan keluar rumah ketika Maghrib, karena waktunya kita menunaikan ibadah.

Sesederhana itu, mengapa harus mengarang cerita yang tidak-tidak hanya agar nasihat itu dituruti? Tulisan ini jangan dianggap melawan orang tua atau durhaka ya? Sekadar rasan-rasan saja, he he.

Contoh yang berikutnya ini lebih serius, menurutku sudah mengarah pada penyebaran rumor yang tidak bertanggung jawab, pembingkaian (framing) cerita, bisa menimbulkan pencemaran nama baik hingga fitnah.

Begini ceritanya. Waktu aku kecil dulu di kampung, dilarang keluar rumah siang bolong karena banyak penculik berkeliaran. Sosok yang digambarkan sebagai penculik itu adalah para bapak-bapak yang membawa karung goni. Diceritakanlah oleh para orang tua, bahwa orang-orang yang menggendong goni itu isinya anak kecil yang diculik, terutama anak kecil nakal.

Tujuan para orang tua menghembuskan rumor itu adalah agar anak-anak mau tidur siang, dan tidak keluyuran saat matahari sedang terik.

Aku kala itu tidak mempercayai begitu saja rumor yang beredar luas di kalangan anak-anak di desa. Sepertinya naluri “wartawan”ku sudah bekerja sejak dini, sehingga tergerak untuk menyelidiki isu penculik anak-anak itu.

Aku berpikir, bila para penculik itu beredar luas mengapa tidak ditangkapi oleh polisi? Diam-diam aku menelusuri jejak mereka ke sejumlah ruas jalan kampung. Kutemukan beberapa bapak tua menggendong karung, kuperhatikan dengan seksama dari jauh.

Menurutku, tidak ada sikapnya yang mencurigakan. Dia berjalan santai menengok ke sana-kemari tapi pandangannya tertuju ke barang-barang bekas, dan dikaisnya. Baiklah…yang ini aku lepas.

Aku melanjutkan penyelidikan ke jalan-jalan kampung yang lain. Kukayuh sepeda kecilku lebih cepat, hari itu aku berharap teka-teki di kepalaku tentang penculik anak ini sudah terjawab.

Di ujung jalan sana, kupergoki sesosok bapak tua menggendong karung goni berisi sesuatu yang terlihat berat, berjalan dengan langkah cepat. Aku kejar dia. (percakapan berikut, adegan aslinya berbahasa Jawa).

Aku:”Pak…pak…tunggu”.

Bapak tua: “Ada apa?”

Masih agak terengah-engah, segera kulontarkan pertanyaan, karena tak tahan menyimpan rasa penasaran.  

Aku:”Pak…sampeyan ini benar seorang penculik, penculik anak kecil?”

Bapak tua:”Hah…ngawur kamu ini”.

Aku:”Itu di karung, isinya apa?”

Orang itu menurunkan karungnya dan memperlihatkan isinya, ternyata kumpulan panci-panci bekas, kaleng, botol kaca, dan barang-barang rongsokan lainnya.

Aku:”Oh…maaf ya pak, aku kira…hmm”.

Sekali lagi aku meminta maaf pada bapak tua itu dan langsung kabur pulang. Sesampai di rumah aku laporkan hasil investigasiku.

Aku:”Bu…orang-orang yang menggendong karung itu bukan penculik, tapi pemulung”.

Ibu:”Kamu tahu dari mana?”

Aku:”Tadi aku tanya orangnya, langsung”.

Ibu:”Astaghfirulloh…anakku, kamu bikin malu orang tua saja”.

Ayah:”Makanya, anakmu itu jangan dikasih cerita yang engga-engga, nanti dia konfirmasi langsung”.

Setelahnya, aku luruskan rumor liar tentang penculik bocah itu kepada teman-teman sebaya di kampung. Aku ingin membersihkan nama baik pemulung, dari isu tak sedap mengenai sepak terjangnya.

Sebagai penebusan rasa bersalah, aku ajak teman-teman mengumpulkan barang bekas untuk disumbangkan kepada para pemulung.

“Bapak pemulung, tolong maafkan bocah kecil yang waktu itu mulutnya tidak terjaga itu yaa”.(Lul)

Leave a Reply