Kegilaan yang terjadi di media sosial

Bercerita tentang kemunculan medsos terdapat banyak versi yang diyakini. Ada yang menarik jauh ke belakang di tahun 1844 ketika penemu mesin telegraf, Samuel Morse, pada 24 Mei untuk pertama kalinya mengirim pesan kepada publik berupa serangkaian titik dan garis elektronik yang diketik pada mesin telegraf. 

Lantas lahirnya jaringan media sosial Six Degrees di tahun 1997 juga layak diakui sebagai bagian tahapan sejarah medsos, meski keberadaannya tidak berumur panjang. 

Kemudian kehadiran Friendster tahun 2001 adalah awal perkembangan media sosial mulai digandrungi oleh banyak orang. Mengusung konsep baru dengan banyak fitur, membuat server Friendster kala itu sering ngelag. Namun begitu, tidak menyurutkan antusiasme penggunanya untuk saling terhubung melalui media sosial.

Akhirnya tahun 2003 hingga 2005 menjadi era kelahiran banyak media sosial, yang mampu bertahan sampai sekarang. MySpace, LinkedIn, Youtube, WordPress, Facebook, dan Twitter adalah deretan nama medsos yang lahir di era ini dan eksis di tanah air. 

Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki data yang mendapati mayoritas anak usia lima tahun ke atas di Indonesia sudah mengakses internet untuk media sosial dengan persentasenya mencapai 88,99 persen alias yang terbesar dibandingkan tujuan lainnya dalam mengakses internet. 

Media sosial dengan jutaan pengguna di mana setiap warganet memiliki setidaknya delapan akun medsos, serta durasi akses –menurut survei Global Web Indeks– selama 148 menit per hari, maka mampu melahirkan kekuatan dahsyat.
Kegilaan apa saja yang bisa terjadi di media sosial, berikut beberapa di antaranya:

Ubah nasib orang. Ada orang biasa yang tiba-tiba populer karena cerita tentang dirinya atau konten yang dia unggah viral, ia pun mendadak menjadi selebritas yang panen puja-puji dan apresiasi dari warganet. Namun adapula tokoh atau figur publik yang seketika namanya jatuh dihujat netizen, dikuliti semua celanya dan meringkuk dalam keterpurukan.
Begitu antara lain gambaran kekuatan media sosial yang mampu mengangkat derajat seseorang atau menjatuhkannya. Tetapi baik apresiasi maupun sanksi sosial di jagat maya itu biasanya tidak berlangsung lama karena di lain waktu warganet sudah disibukkan dengan isu viral yang lain. Makanya jangan bersikap “aji mumpung” saat tenar karena viral, tidak perlu juga terlalu baper ketika dinyinyiri warga medsos sepanjang kita tidak melakukan kesalahan fatal yang merugikan orang lain.

Gerakan sosial. Jagat yang padat “penduduk” itu juga kerap melahirkan inisiasi mulia dalam hal menolong sesama seperti saat terjadi bencana alam, juga kampanye perlindungan satwa atau lingkungan dan lainnya. Bahkan pengumpulan donasi dengan mudah dilakukan dalam semangat kebersamaan meski sebagian besar dari mereka tidak saling mengenal satu sama lain.

Menciptakan tekanan. Sikap julid warganet yang bersatu dalam satu isu, sering berhasil mengungkap kasus muncul ke permukaan dan menjadi perhatian pihak berwenang sehingga mendapat penanganan serius. Tidak berhenti di situ, secara solid mereka kompak mengawal kasus yang diviralkan itu hingga tuntas. Di sini terlihat betapa media sosial ampuh menjalankan fungsi kontrol sosial.

Interaktif. Inilah yang membedakan dengan media massa, di medsos bisa berlangsung komunikasi banyak arah sehingga menimbulkan keseruan tersendiri. Ditambah lagi sifat masyarakat Indonesia yang umumnya gemar berkerumun (meski secara virtual), mengobrol, bercerita tentang apa saja, benar-benar mencirikan masyarakat sosial. Tak heran bila medsos di Indonesia tergolong paling berisik. Seperti Jakarta yang pernah dinobatkan sebagai kota paling cerewet di dunia oleh sebuah lembaga independen di Paris Semiocast, melebihi Tokyo dan New York. Hasil riset lembaga itu mencatat warga Jakarta bisa mengunggah segala kegalauan, keresahan, keluh-kesah dan lain-lainnya hingga 10 juta cuitan setiap hari.

Media citra. Seperti panggung pencitraan, orang-orang sibuk membangun citra istimewa di media sosial, yang bisa sama sekali berbeda dengan kehidupan yang sesungguhnya di lingkungan nyata. Bahkan segala cara kadang ditempuh demi menciptakan kesan seolah-olah “wah” di linimasa. Banyak aksi fleksing dipertontonkan oleh orang-orang kaya baru pada kategori tanggung, karena orang kaya yang sebenarnya tentu tidak lagi membutuhkan validasi apalagi di lingkungan online.

Sumber informasi. Perkembangan yang cukup menakjubkan adalah ketika media sosial telah menjadi sumber informasi dan makin menggeser fungsi media massa. Hasil survei Kemenkominfo bersama Katadata Insight Center (KIC) menyebutkan bahwa media sosial kini menjadi rujukan informasi masyarakat Indonesia dengan persentase 72,6 persen dan bertahan dari tahun 2020 hingga 2022 mengalahkan televisi dan portal media daring.
Para pejabat pemerintah — utamanya pejabat muda–, tokoh publik, juga selebritas, kini terbiasa merilis pernyataan atau berbagi kabar melalui akun medsosnya yang kemudian dikutip wartawan sebagai materi berita untuk publikasi media massa. Sudah semudah itu mencari materi berita berkat eksistensi medsos.
Pesona medsos tak sampai di situ, karena menjadi tempat kerumunan manusia, banyak redaksi media massa membuat akun resmi medsos di berbagai platform untuk menyebar konten demi menaikkan tingkat ketertontonan/keterbacaan berita. Ini menjadi fenomena media arus utama mengejar audiens hingga ke medsos.

Kemajuan teknologi senantiasa menghadirkan kecanggihan yang memberikan kemudahan. Namun, janganlah kemudahan menyuburkan kemalasan, jangan pula kecanggihan membuat gagap dan euforia berlebih hingga kita terkesan kampungan.